2 minggu
sudah saya tidak menelepon Ibu, terakhir kali menelepon beliau sebanyak 4 kali
tidak di jawab. Saya merasa kehilangan sesuatu jika tidak mengobrol dengan Ibu
walaupun sehari saja. Menelepon beliau sehari bisa 2-5 kali untuk berbagi
cerita dari kebakaran, demo, atau juga makan apa malam ini. Ibu marah.
Saya
adalah anak yang baik semenjak kecil, tidak melawan orang tua, tidak narkoba,
tidak pernah bolos sekolah sampai SMA (akhirnya pas kuliah pernah bolos karena
terlalu capek kemudian tidur di student center), mendengarkan orang tua, sudah
mandi sebelum magrib, belajar dari jam 7-8 malam, selalu melanjutkan sekolah
yang diminta orang tua.
Saya
adalah anak baik yang selalu mendengarkan orang tua, penurut nan manis, tapi
ternyata bukan… selama ini orang tua tidak pernah memberikan ruang diskusi
kepada saya. Saya adalah hasil produk yang terlihat baik namun tidak. Baik kata
tetangga, baik kata orang tua, baik kata guru dan orang di sekitar.
Masuk
umur 33 tahun ini, pertanyaan yang selalu terulang 'apa passion saya?', itu
pertanyaan terlalu sulit, maaf.
Bahkan
pertanyaan saya dari umur 21 tahun hingga sekarang setelah mulai bekerja dan
keluar dari rumah adalah 'saya makan siang apa? Makan malam apa? Sahur mau
makan apa?'.
Karena ketika kecil tidak ada ruang diskusi,
tidak pernah ditanya apa hobi saya? Mau masuk sekolah ke mana? Mau lanjut
kuliah apa?, menurut kamu bagaimana?. Terbiasa tidak punya ruang diskusi untuk
share keinginan sendiri, hingga saya kesulitan mau makan apa dan untuk
menyebrang jalan pun saya seringkali merasa kesulitan karena tidak percaya
dengan keputusan sendiri.
Aku punya
percaya diri yang rendah, karena dari kecil aku tidak pernah punya suara untuk
dihargai. kalau teman-teman melihat saya yang selalu tertawa, tidak pernah
marah, selalu bahagia, selalu PD. Itu hanya sikap untuk menutup kekurangan
percaya diri saya.
Lalu
kenapa Ibu marah? Karena saya memberikan tanggapan terkait bagaimana tata cara
membuat sertifikat tanah. Mengapa Ibu marah? Karena beliau tidak pernah membuka
ruang diskusi semenjak saya kecil, ketika
saya memberikan suara, beliau marah.
Ibu ga
pernah tanya sampai saat ini, 'aku hobinya apa?'
Oiya,
Ibu, aku mau masuk SMA 1, bukan SMA 6.
:(
0 comments:
Post a Comment